plugin&play
Music saves our souls | ||||||||
So I’ll always believe as I move forward, Life goes on. navigations are the four lines of lyric. they are profile, entries, links and credits navigations respectively (from the top). |
Sabtu, 19 April 2008, 03.31
Letter from Hogwarts
Keheningan malam itu di derah pinggiran Shibuya dipecahkan oleh teriakannya. Yusuke berteriak marah. Pria di depannya meringis kesakitan dan memegangi perutnya yang terkena hentaman keras tongkat baseball kayu milik Yusuke. Pria tersebut jatuh terduduk, lemas. Ia mengaduh kesakitan. Yusuke maju dan mengarahkan tongkat baseball-nya ke dagu pria itu dan mengangkat dagunya. Ia tersenyum sinis. "Aku memang masih kecil. Apa kau pikir aku tidak bisa berbuat kekerasan, dan diam saja melihat rencana yang akan kau lakukan pada kakakku?" Pria itu meringis. Tidak berani menanggapi perkataan Yusuke. "HAH! Jangan pikir aku tidak tahu mengenai apa yang kau rencanakan! Kau pikir kau bisa menipuku?! Sekali lagi, aku memang masih kecil tapi jangan anggap aku remeh!!" Tangan Yusuke menampar pipi pria tersebut. Ia tertawa melihatnya terlihat kesakitan. Pria itu pun berusaha berdiri, dan tampak amat sangat marah. "IBLIS CILIK!!!!!"Teriaknya, sambil menerjang dan berusaha menyerang Yusuke namun dikelaknya dengan pukulan tongkat baseball Tepat mengenai 'benda berharga'nya. "OOOOOUCCHH!!!" teriak pria itu, dan ia pun jatuh ke atas aspal, terkapar pingsan tak berdaya setelah sempat menabrak jatuh sepeda biru Yusuke. Yusuke tersenyum penuh kemenangan, karena dirinya memenangkan perkelahian yang entah sudah berapa kali ia lakukan melawan orang dewasa. Yusuke mendekati pria itu dan berjongkok di sebelahnya. Matanya mengamati ada-tidaknya tanda-tanda kehidupan dari pria ini. Lega, ternyata nafasnya masih ada dengan gerakan naik turun dadanya. Yusuke memasang cengiran lebar di wajahnya. Ia menoleh ke kiri-kanan. memastikan tak ada seorang pun yang lewat. Ia meletakkan tongkat baseball-nya, kemudian tangannya merogoh kantung jas pria tersebut, mencari-cari sesuatu. Akhirnya, ia menemukan apa yang ia cari. Tangannya berhenti pada suatu benda, dan ia menariknya keluar. Sebuah dompet dari kulit warna cokelat muda kini tergenggam di tangannya. Cengirannya semakin lebar. Dompet ini kalau dijual pasti terjual dengan harga cukup tinggi, pikirnya. Dimasukkannya dompet itu ke dalam saku jaketnya. Puas, sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, Yusuke membereskan barang-barangnya yang berantakan karena perkelahian barusan. Isi tas ranselnya tercecer di atas aspal. Sesudah memastikan tidak ada yang tertinggal, Yusuke menggendong tasnya dan mendirikan sepedanya yang jatuh. Diambilnya tongkat baseball kayu kesayangannya yang tergeletak di sisi pria itu. Matanya menatap pria tersebut, yang tampangnya sudah cukup babak belur. Yusuke kembali tersenyum, "SA-YO-NA-RA-BA-KA! (SELAMAT TINGGAL BO-DOH)" ujarnya. Setelah mengucapkan itu, ia membawa sepedanya dan menoleh kanan-kiri. Bagus, tidak ada orang, pikirnya. Yusuke pun menaiki sepedanya dan mengayuhnya ke arah pusat Shibuya, dimana rumahnya terletak. Belum jauh ia mengayuh, terdengar teriakan wanita di belakangnya, dari tempat dimana ia berkelahi dengan pria tersebut. Yah, tampaknya si pria sudah ditemukan. Yusuke tersenyum kecil dan mengayuhkan sepedanya lebih kencang menuju rumahnya. ---------------------------------------------- Sesampainya di rumah, Yusuke tidak menemukan kakaknya. Terbukti dari pintu pagar yang masih terkunci dan lampu yang ada di kamar Kaori masih padam. Hari memang masih terlalu dini bagi Kaori untuk pulang. Ia pun membuka pintu pagar dan membawa masuk sepedanya. Diparkirkannya sepeda biru metalik kesayangannya di sisi kanan pintu masuk rumahnya. Setelah membuka pintu, ia masuk dan kembali menguncinya, kali ini dari dalam rumah. Yusuke melepaskan sepatu sneaker putihnya dan menggantinya dengan sandal rumah, kemudian beranjak ke kamarnya. Ia menguap, sudah mulai mengantuk. Berhadapan dengan pria tadi cukup menguras tenaganya, apalagi tadi sore ia bermain baseball dengan teman-temannya. Dipadamkannya lampu ruang tamu seraya melangkah menuju kamar tidurnya. Begitu memasuki kamarnya, Yusuke langsung menuju meja belajarnya di sudut ruangan. Di dinding dekat meja belajar Yusuke, terpampang papan tulis kecil. Ia mengambil spidol dan menuliskan sesuatu di papan tulis tersebut. "Bertambah satu lagi.. orang dewasa yang aku kalahkan...", ujarnya. Di papan tulis itu tertera garis-garis yang menunjukkan jumlah orang yang telah dikalahkannya. Ia tersenyum bangga. "Hei..Rupanya sudah banyak sekali orang dewasa yang telah aku kalahkan?? Hebat juga," katanya sambil tertawa. Menganggap itu adalah prestasinya yang paling membanggakan. Yusuke meletakkan spidolnya dan merebahkan diri ke tempat tidurnya. Menggeliat sedikit, dan menoleh ke arah jendela terbuka yang terletak di samping tempat tidurnya. Yusuke tersentak kaget. Seekor burung hantu berwarna cokelat tua hinggap di jendela kamarnya. "HAHHH!?!?! BURUNG HANTU??!!" ia kaget dan terduduk. Yusuke pun mendekati burung hantu itu dan mengamatinya. Jarang sekali ia melihat burung hantu secara langsung seperti ini. Tampaknya burung hantu ini baru saja menjatuhkan sesuatu, pikirnya. Matanya mencari-cari benda yang dijatuhkan si burung hantu. Pencariannya terhenti pada sebuah gulungan kertas. Nampak asing baginya. Pasti ini yang dijatuhkan tadi, tebaknya. Diambilnya gulungan itu. "Apakah ini untukku?"tanyanya pada burung hantu yang kini ada di atas tempat tidurnya, sambil memegang gulungan kertas yang tadi diambilnya. "UH-HUUU"kata burung hantu tersebut, seakan mengiyakan pertanyaannya. "Baiklah..Arigatou nee, Owl-san (Terima kasih burung hantu)", ujar Yusuke. Burung hantu itu kemudian mengepakkan sayapnya, dan pergi. Yusuke melihatnya hingga hilang dari pandangan.. Mata Yusuke beralih ke gulungan kertas yang ia genggam. Dirinya menebak-nebak, apa sebenarnya isi dari gulungan ini dan kenapa yang mengantarkannya burung hantu? Apakah ini semacam servis baru dari kantor pos? Ia melangkahkan kakinya ke meja belajarnya. Yusuke duduk di kursinya dan menyalakan lampu meja, kemudian menggunakan kacamata bacanya. Dengan sedikit rasa penasaran, perlahan Yusuke membuka gulungan itu. Ia membaca isinya, tercengang sejenak, kemudian membacanya lagi berulang-ulang dan berulang kali pula ia tercengang.. SEKOLAH SIHIR HOGWARTS "Sekolah.. Sihir..?? BAGAIMANA BISA??!" Yusuke berteriak kaget. Ia tidak menyangka dirinya menerima surat seperti ini. Dalam mimpi pun tidak. Ia melepas kacamata bacanya. Mulutnya menganga. Tak percaya, ia memakai kembali kacamatanya dan membaca kop surat. SEKOLAH SIHIR HOGWARTS "Tunggu... HOGWARTS? Aku belum pernah mendengarnya dari mulut Raphael...Apakah ini nyata?" Yusuke dilanda kebingungan. Semua ini terlalu mengagetkan, mengejutkan, walaupun eksistensi dunia sihir tidak begitu menarik untuknya. Bingung, akhirnya ia memustuskan untuk mengunjungi Raphael, kekasih kakaknya yang merupakan almamater Durmstrang. Rumahnya tepat di seberang rumah Yusuke. Secepatnya ia lari keluar rumah dengan membawa gulungan surat, masih memaki sandal rumah, serta mengabaikan terkunci atau tidak rumahnya. Yusuke menggedor-gedor pintu rumah Raphael. Dirinya tampak terburu-buru ingin segera mendapatkan penjelasan dari Raphael. Gedoran pintu semakin keras, karena Raphael tak kunjung menampakan dirinya. Dua menit menggedor pintu, akhirnya Raphael menunjukkan batang hidungnya. Pintu rumahnya terbuka dan nampak Raphael dengan rambut pirangnya dan baju warna-warni cerah khasnya. Wajahnya nampak sedikit kesal. Tidak peduli dengan ekspresi Raphael, Yusuke menerobos masuk ke dalam rumahnya. Tentu saja si empunya rumah keheranan melihatnya. Yusuke tampak terburu-buru serta gelisah. Di tangannya, masih tergenggam erat gulungan surat dari Hogwarts. Disodorkannya surat itu pada Raphael dengan pandangan 'cepat-kau-baca-ini' Raphael pun mengambilnya dan membukanya, kemudian membacanya. Yusuke duduk di sofa ruang tamu Raphael, masih bertampang gelisah, shock, dan perasaan yang campur aduk. Begitu melihat ke arah kakinya, barulah ia sadar kalau ia memakai sandal ruangan. Raphael berteriak kegirangan setelah selesai membaca surat itu. "Jadi kau akan masuk Hogwarts?? SELAMAT!!!" ujarnya sembari menuju sofa tempat duduk Yusuke dan mengacak-ngacak rambutnya. "HEIII!!!"protes Yusuke. Ia tidak suka saat Raphael mengacak-acak rambutnya yang memang tidak banyak. "Hahahaha, maaf. Aku ikut gembira untukmu!!" Raphael menepuk punggung Yusuke. Yang punggungnya ditepuk menoleh ke arah Raphael, dan menatapnya dengan tatapan "jelaskan-padaku-tentang-Hogwarts". Raphael mengerti arti pandangan itu dan mulai berpikir. Ia pun pindah duduk di sebelah Yusuke. Wajah Yusuke masih menunjukan kalau ia butuh penjelasan. "Yah, ini memang salahku Yucchan, tidak bercerita padamu soal Hogwarts. Atau tepatnya..lupa?"Raphael terbahak. Yusuke memutar bola matanya, namun ia tidak ikut tertawa. Tampangnya kini berubah serius. Raphael yang melihat ekspresinya akhirnya berhenti bercanda dan berdehem. "Jadi, Sekolah Sihir Hogwarts adalah salah satu dari sekolah sihir yang ada di dunia sihir.Letaknya di Inggris, sangat terkenal di dunia sihir karena sang kepala sekolah yang juga terkenal, dan.. hmm.. dia punya koneksi cukup baik dengan Beuxbatons dan Durmstrang, tentu! Selalu mengadakan acara bersama yang melibatkan tiga sekolah ini. Aku jadi ingat, waktu itu-" "Raphael, apalagi yang kau ketahui tentang Hogwarts?"Cepat-cepat Yusuke menyelak perkataan Raphael, yang dapat berubah menjdai penceritaan panjang lebar kehidupan Raphael. Yusuke tidak butuh tentang kehidupan Raphael saat ini, yang dibutuhkan adlah mengenai Hogwarts. "Sepertinya hanya itu,"jawabnya singkat. Mata Yusuke terbelalak. Ia benar-benar tidak percaya kalau hanya itu yang Raphael ketahui tentang Hogvwarts. Raphael tersenyum tipis. "Hei, kalau kau bertanya padaku soal Sejarah Durmstrang, aku bisa menceritakannya. Tapi untuk Hogwarts? Oh, aku bukan ahlinya,"ujar Raphael. Yusuke memasang tampang sedikit kecewa. Hanya itu yang ia ketahui saat ini tentang sekolah sihir yang menerimanya. Yusuke berpangku tangan. Otaknya berpikir. Eksistensi dunia sihir kalau begitu benar-benar ada, dan Hogwarts memang benar-benar ada. "Kau tertarik untuk bersekolah disana?"tanya Raphael. Yusuke tersentak. Ia menanggapi pertanyaan Raphael dengan sedikit ragu-ragu. "Yah.. Kau tahu aku kan, aku butuh informasi lebih lanjut mengenai Hogwarts, bagiku saat ini semuanya belum jelas..,"jawab Yusuke. Ia kembali berpangku tangan dan melamunkan semua kemungkinan yang terjadi. Apa yang terjadi kalau ia sekolah di Hogwarts? Bagaimana kalau Hogwarts ternyata tidak ada? Tidak..yang lebih penting, Apakah Kak Kaori akan baik-baik saja tanpa Yusuke di sisinya selama ia bersekolah di sana? Dulu memang Yusuke tidak terlalu tertarik dengan dunia sihir, namun sejak menerima surat ini ia penasaran. Apa yang membuatnya dapat diterima di Hogwarts? Padhal Yusuke bukanlah siapa-siapa.. Sepengetahuannya dalam silsilah keluarga Sawada tidak ada yang namanya penyihir.. Berjuta pertanyaan terus muncul di kepalanya. Bingung, Yusuke mengacak-acak rambutnya sendiri. Raphael yang melihatnya tertawa, "Sudah, sudah!! Aku tahu kau sangat tertarik untuk bersekolah di Hogwarts,. Walaupun baru sedikit, aku yakin kau tertarik untuk bersekolah di sana. Baiklah, besok aku akan membawa temanku yang almamater Hogwarts. Dia mungkin bisa menjelaskan semuanya lebih jelas daripada aku..",ujar Raphael sambil menepuk punggung Yusuke. Yusuke lega setelah mendengar perkataan Raphael. Itu ide yang lebih baik.. Dari almamater Hogwarts sendiri. "Kau sudah memberitahu Kaori?" "Eh? belum.. Suratnya saja baru tadi kuterima." "Kalau begitu besok saja, sekalian saat aku membawa temanku.." "Ya, itu ide bagus," ujar Yusuke. Yah, dengan begitu Kak Kaori bisa mendengar penjelasan lebih baik. Kegelisahan Yusuke mulai berkurang. Sekarang ia sudah cukup tenang, tidak seperti ketika baru menerima surat. Akhirnya ia pamit pulang ke rumahnya dan membawa gulungan kertasnya. Saat berjalan pulang ke rumahnya, Yusuke melihat burung hantu cokelat tua itu bertengger di pohon halaman rumahnya. Ia tersenyum. Terbesit di pikirannya untuk memelihara burung hantu seperti itu, saat ia masuk Hogwarts nanti.. Label: Tahun Pertama, Term 2
I remember your words and nod my head. , 02.53
When Green Becomes Brown (pt 3)
"Jadi tadi Phil hanya ingin meminta maaf kepada anak perempuan itu,” ucap Lulu mencoba menjelaskan, dan ia menunjuk Arianne dengan dagunya, pertanda ia sedang kesal, "tetapi Roosevelt dan nona ini datang. Mungkin anak Asia itu merasa mereka akan mengeroyoknya," lanjut Lulu lagi. Yusuke mengangkat sebelah alisnya, tampaknya jelas ini hanya maslah salah paham biasa. Sangat tertebak kalau Phil ingin minta maaf karena kejadian permen Lollipo itu, tapi dengan ‘gayanya’, dan soal mengeroyok adalah murni salah paham. Yusuke tahu betul kalau anak perempuan yang berkumpul disini adalah para penggemar Phil—well, bisa saja sih mereka mengeroyok Arianne karena cemburu, tapi rasanya tidak. Hanya terjadi adu mulut disini, lagipula mana mungkin penggemar mengeroyok dan menggencet orang di depan idolanya? Pastilah semuanya itu dilakukan di ‘belakang’. Yeah, seperti yang biasa dilakukan beberapa kakak kelas Yusuke di Jepang dulu, mengeroyok dan menggencet yang lain di halaman belakang sekolah atau gudang. Beruntung Yusuke tak pernah digencet atau semacamnya karena kaka kelasnya saja takut padanya. Yusuke tersenyum tipis mengingatnya. Karena itulah teman-temannya selalu menempel minta tolong padanya. Apakah Shuichi seperti itu? Mengingat sahabat—teman Yusuke yang satu itu memang seringkali digencet dan dicegat sepulang sekolah. Yusuke menggeleng. Bukan saatnya memikirkan Shuichi di saat seperti ini, dan Arianne berceloteh sambil tetap memeluk lengan Yusuke yang merasa sedikit tidak nyaman. Memang hal seperti ini tak biasa di Jepang, tapi bukan karena itu saja, ADA LULU, itu yang membuat Yusuke gelisah setengah mati, "Dia. Menggangguku," celoteh Arianne dengan memasang tampang cemberut, satu wajah lain yang Yusuke ketahui sekarang selain wajah datarnya. Arianne terlihat lucu, dan Yusuke tertawa kecil melihatnya, tapi cepat-cepat ia menghentikannya. Yusuke tersenyum tipis pada Arianne, “tidak, Phil tidak mungkin menganggumu, dia kan hanya ingin minta ma—“ belum selesai mengucap kata-katanyam Arianne menimpali soal sapu terbang dan pelajaran terbang pertama yang dilewatkannya dengan nada riang, seolah tak terjadi apa-apa barusan. Yusuke mengernyit, heran dnegan perubahan kepribadian Arianne yang begitu cepat. Oh ya, sapu terbang, Arianne ingin meminjamnya, gumamnya menepuk dahinya, lalu memandang Arianne, “Oh, sayang sekali kau tak ikut pelajaran pertamamu. Tapi aku yakin kau pasti bisa hadir di pelajaran berikutnya.. memangnya kau sakit apa? Well, untuk masalah sapu terbang, baru saja aku mengirim suratnya (Yusuke meringis mengucapkan ini) jadi benar-benar baru akan sampai akhir bulan nanti,” ucap Yusuke lalu mengerling pada Ann yang menjelaskan kalau ia menangis bukan karena cemburu pada Arianne, itu karena ia menerima surat yang mengabari kalau bibinya meninggal. Yusuke menatap Ann memelas, dan tersenyum tipis, berusaha memasang wajah prihatin, “turut berduka cita, Ann.. Arianne, jangan terlalu cepat menuduh seseorang menangis karena apa. Kita harus bertanya dulu apa alasannya, mengerti? Itu bisa menyakiti perasaannya.” Yeah, Yusuke jadi seperti seorang guru berkata seperti ini. Tapi itu memang benar, ucapan Arianne soal cemburu dan menyatakan kalau ia tak bersalah membuat Ann menangis rasanya agak tak sopan dan kasar. Yusuke menoleh ke arah Phil yang sekarang berkata sesuatu, membuat Yusuke benar-benar merasa tidak enak padanya, “Baiklah, Miss. Terserah dirimu saja. Aku tidak akan mengganggumu lebih lanjut. Kelihatannya kau lebih nyaman berbicara dengan Yusuke daripada denganku…,” dan ia terdiam. Phil terdiam, seolah ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Yusuke melihat ada sedikit tampang sedih di wajahnya—Phil sedih? Tak mungkin, itu hanya perasaan Yusuke saja. Tapi tetap saja, ia benar-benar merasa tidak enak, seolah sudah merebut kesempatan Phil untuk menjelaskan permintaan maafnya yang membuat Arianne salah paham dan seolah hanya Yusuke saja yang bisa berteman dengan Arianne. Yusuke menelan ludah, “euh.. Phil, kurasa bukan begitu maksud Arianne..,” ya, pasti Arianne punya alasan tertentu kan, menganggap Phil menganggunya dan segala macam? Mungkin Arianne sedang sensitif. Atau mungkin Phil meminta maaf pada waktu yang kurang tepat. Yusuke melihat Phil menarik tangan Lulu, mengisyaratkan supaya cepat-cepat pergi darisini. Kelihatan sekali kalau Phil sudah tak tahan ada disini, apakah karena anak-anak perempuan yang mengelilinginya, atau karena…Arianne? Lulu sempat menyindir Arianne, apakah permintaan maaf menganggu anak perempuan berambut cokelat ini, dan Arianne menatap tajam mereka—mungkin lebih tepat disebut galak. Tangan Arianne kini tak memeluk lengan lagi—malah mengenggam tangan Yusuke yang langsung terpaku sejenak. Belum pernah ada anak perempuan yang menggenggam tangannya kecuali kakaknya, dan Yusuke benar-benar panik sekarang. Terdengar Lulu berteriak dari kejauhan ketika ia dan Phil melangkah pergi, Lulu meleletkan lidahnya pada Arianne, "PHIL TIDAK SALAH, YUSUKEE!! JANGAN PERCAYA DIA!" Dan Arianne? Kekesalannya memuncak, ia menanggapi teriakan dan kata-kata Lulu dengan teriakan lagi, tapi tangannya masih menggenggam tangan Yusuke, "KAU MENUDUH AKU BERBOHONG? KALAU BEGITU UNTUK APA DIA MENCAMPURI URUSANKU DAN MENARIK TANGANKU SAMPAI SAKIT? APA NAMANYA ITU KALAU BUKAN MENGGANGGU?" dan Yusuke terlonjak mendengar teriakan Arianne yang cukup keras. Ia berteriak pada Lulu.Oke, sekarang Yusuke jadi benar-benar tahu kalau Arianne tak suka urusannya dicampuri orang lain. Ia lebih suka menyelesaikannya sendiri, tapi rasanyaa dengan berteriak seperti ini malah membuat masalah runyam. Yeah, runyam. "DAN AKU BUKAN ANAK ASIA, AKU ORANG PRANCIS!" tambahnya lagi, masih berteriak. Yusuke menutup sebelah kupingnya sambil meringis, ia mendengar Ann meminta Arianne untuk tak berteriak lagi. Mengerti akan hal itu, cepat-cepat Yusuke mengenggam tangan Arianne dan menariknya, “sssst, Arianne!! Jangan berteriak!! Kau tahu, Ann sedang sedih dan ia butuh ketenangan!” omel Yusuke sambil meletakkan telunjuknya di depan mulut, mengisyaratkan menyuruh Arianne untuk diam. Itu benar, saat sedang sedih memang sangat perlu ketenangan dan Ann tampaknya mengambil langkah yang tepat untuk pergi dari sini. Ia memberikan sesuatu—Ricotta namanya, entah apa itu—pada Arianne dan buru-buru pergi dengan lasan ada sesuatu yang harus ia lakukan. Yusuke tersenyum tipis, tahu kalau kata-kata Ann barusan adalah penanda ia ingin sendirian. Yusuke menyadari kalau Arianne saat ini sedang memandangnya. Pandangan bertanya, tepatnya, "Kau percaya padaku kan, Yusuke?" tanyanya pelan. Yusuke sadar, tangan Arianne masih mengenggam—tidak, tepatnya, tangan Yusuke yang mengenggam tangan Arianne. Gelagapan, cepat-cepat dilepaskannya tangan Arianne perlahan, melepas genggamannya, sebisa mungkin membuat Arianne tak tersinggung. Ia menatap langit sejenak, berpikir, mengenai siapa yang harus ia percayai. Perkataan Lulu—tidak, perkataan Phil (tapi Lulu yang menjelaskan, bukan? Phil tak berkata apapun pada Yusuke. Dan ia tahu, Lulu berkata jujur karena Phil adalah sahabatnya.) atau perkataan Arianne? Ia tak mau memihak siapapun dalam hal ini karena Yusuke tahu betul, ini hanya salah paham kecil yang tidak ditanggapi dengan tenang. Jadi runyam karena semuanya panik. Yusuke menghela nafas, menatap Arianne dengan senyuman tipis lalu mengelus kepala anak perempuan itu pelan, yang lebih pendek beberapa senti dari Yusuke, “aku percaya padamu.. dan Phil,” ujar Yusuke lalu menurunkan tangannya dari kepala Arianne dan memasukkan tangannya ke dalam saku celana sambil menatap langit lagi, ia sendiri tak tahu kenapa terus-terusan menatap langit musim gugur yang cerah itu. Mungkin karena Yusuke tak mau menatap mata Arianne yang terus memadanginya, membuatnya salah tingkah. Yeah, seperti saat Rei menatapnya dulu. Sebelum Arianne menanggapi kata-katanya, Yusuke berbicara lagi, “aku bicara begitu karena aku percaya pada kalian berdua. Aku tahu kalian jujur. Hanya saja, Phil tak berani berkata apapun karena terlalu banyak yang menyudutkannya. Aku kenal Phil sejak setahun lalu, dan memang itulah sifatnya. Tak suka disudutkan,” dan Yusuke menepuk pundak Arianne, membungkukkan badannya sedikit agar bisa melihat wajah Arianne yang mungkin saja kesal karena Yusuke bicara tak sesuai harapannya, “dan kau, Arianne, aku memang baru mengenalmu sebentar. Aku juga percaya padamu. Hakmu untuk marah jika kau memang merasa terganggu seperti yang kau katakan. Dan yang perlu kau ketahui, Phil tidak mengeroyokmu. Anak-anak perempuan tadi adalah penggemar—tidak, anak-anak yang naksir Phil. Itu semua hanya salah paham. Sekali lagi, SALAH PAHAM,“ lanjut Yusuke kemudian menepuk pelan kepala Arianne, dan menatap langit musim gugur lagi. Yeah, Yusuke tak akan memihak siapapun. Netral. Ia tak mau membuat dirinya dimusuhi Phil--atau siapapun. Cukuplah dengan dimusuhi teman-teman kakaknya. Label: Halaman Hogwarts, Musim Gugur, Tahun Kedua, Term 3
I remember your words and nod my head. Jumat, 18 April 2008, 22.33
Received the Letter
Di dalam Aula Besar hanya sedikit anak yang ada. Meja Gryffindor sendiri tak terlalu penuh. Jelas, hari libur, dan sedikit orang saja yang bangun. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan liburnya untuk beristirahat penuh. Yusuke sendiri masih sedikit kelelahan karena semalam ia menghabiskan waktunya untuk menyelesaikan essay--dan belum selesai lagi. Kesulitan masih melandanya. Yusuke duduk di kursi, terlihat sarapan tersedia lengkap di atas meja :roti panggang, dan aneka makanan lainnya. Peri-rumah begitu bekerja keras rupanya, banyak sekali jumlah makanannya. Ia teringat akan peristiwa di dapur saat mengumpulkan tikus untuk senior Mia dan meminta peri-rumah membantunya. Tak terbiasa dan sedikit kesulitan, lagi. Dicomotnya roti panggang (dengan tangan masih memakai sarung tangan wol) dan langsung dilahapnya, tanpa memakai olesan selai apapun. Diambilnya juga segelas susu cokelat hangat--pintar sekali peri-rumah membuatkan ini--dan ditenggaknya seraya mengunyah roti. Tidak sopan, namun apapedulinya, ini memang gaya makannya. Dicelupkannya roti panggang ke dalam susu--kesukaannya tiap kali sarapan roti--dan melahapanya. Untung saja sarapan yang disajikan masih mengepul asap tanda baru selesai dimasak langsung dihangatka, sehingga bisa dikatakan sedikit menghangatkan diri dari udara musim dingin. Lumayan. Tiba-tiba terdengar suara kepakan sayap disertai teriakan anak-anak, Yusuke mendongak ke atas dan melihat sekerumunan burung hantu berbagai warna memasuki Aula Besar dengan membawa barang berbagai ukuran di kakinya. Tampaknya pos pagi hari sudah tiba, dan sungguh Yusuke sangat menantikan dan berharap ada yang menghampirinya setiap kali pos burung hantu tiba. Ia sangat menantikan surat balasan dari Seiji, ataupun dari kakaknya. Itu saja, tapi sudah beberapa bulan berlalu tak kunjung datang juga surat dari mereka.. Yusuke masih mendongak ke atas. Berharap. Beberapa burung hantu melayang rendah dan menjatuhkan barang yang dibawanya pada anak-anak di empat meja besar yang ada di aula, dan mereka senang menerimanya. Ia hanya menghel nafas, berpikir kalau kali ini takkan ada burung hantu untuknya. Namun, BRUUGHH!! Sebuah paket mendarat di Meja Gryffindor. Atau lebih tepatnya di di depan mmeja yang ditempati Yusuke. Paket itu sendiri cukup besar, seperti seukuran majalah namun setebal koper. Ia menoleh pada burung hantu yang menjatuhkan paket itu padanya, yang kini terbang menjauh dan keluar dari Aula, Yusuke menggumamkan terima kasih kemudian menatap paket yang ada di depannya. Tertulis sebuah pesan di atas paket itu (dan syukurlah ukran hurufnya cukup besar sehingga tak diperlukan kacamata, Yusuke kembali lupa membawa kacamata bacanya), dalam bahasa Jepang : Yucchan ni, ..dan di bawah itu ada satu pesan lagi, kini dalam Bahasa Inggris, Untuk Yucchan, Yusuke memutar bola matanya setelah membaca pesan itu. Tentu saja harus kubuka untuk mengetahui isinya, baka, gumamnya sambil tertawa kecil, dan ia langsung merobek bungkusan paket setelah melepaskan pesan yang tertempel di atasnya. Sejenak ia lupa kalau udara terasa dingin, dengan semangat dibukanya paket itu dan ia sedikit terkejut dengan isinya. Dua lembar amplop berisi surat, sebuah album foto, dua pak permen buah favoritnya, Shonen Sunday lima buku, sweater rajutan warna biru dan.. pemukul Bludger yang tampak usang namun masih terawat baik. Untuk benda yang terakhir ini Yusuke sendiri tak percaya. Dibukanya amplop bertuliskan nama Seiji, dibacanya surat itu sambil mengunyah roti panggang yang ketiga--kali ini tak dicelup dengan susu--dengan sedikit menyipitkan mata karena tulisan Seiji lumayan kecil : Yucchan! Yusuke mengembangkan senyumnya membaca pesan Seiji yang terakhir. Atau setidaknya, bergabunglah dalam Tim Quidditch Gryffindor. Pasti Seiji akan terkejut kalau tahu Yusuke telah tergabung dalam tim, walau hanya cadangam. Kejutan yang hebat. Ia hanya tersenyum-senyum sendiri sambil mengunyah rotinya, diputuskannya untuk menghabiskan sarapannya dulu baru beralih ke surat berikutnya. Ia tertawa sedikit tentang pertanyaan Seiji mengenai lirik lagu Topi Seleksi tahun ini dan berniat akan memberitahukan pada Seiji dalam surat berikutnya, walaupun tampaknya harus bertanya pada teman-temannya karena ia tak begitu ingat liriknya. Kini dipandanginya pemukul Bludger yang ada di dalam paket dengan masih mengembangkan senyumannya. Label: Aula Besar, Meja Gryffindor, Tahun Pertama, Term 2
I remember your words and nod my head. , 21.34
When Green Becomes Brown (pt 2)
"HOOOI!! YUSUUUU!! SINIIIIH!" Siapa yang berteriak itu? ujar Yusuke kaget, ia menolehkan kepalanya ke kiri dan kanan, mencari asal suara. Ia melirik ke tempat Phil, dan Yusuke melihat satu sosok tengah melabaikan tangannya dan masih memanggil-manggilnya. Dibetulkannya letak kacamatanya dan menyipitkan mata, ternyata Lulu, sedang duduk—atau bertengger—di atas pohon dengan seorang anak perempuan berambut gelombang pirang. Yusuke mengernyit, apa yang dilakukan mereka berdua di atas pohon itu? Yusuke nyengir lebar dan membalas lambaian Lulu pelan sambil meringis, tampaknya semua mata tertuju padanya. Gagal sudah rencananya untuk menonton Phil dan para ‘fans’-nya beradu mulut--atau bahkan belum. Well, tampaknya Yusuke harus menghampiri Lulu karena anak perempuan berponi itu memanggilnya. Tak ada jalan lain, walaupun sebenarnya ia malas jika masuk ke dalam kumpulan Phil dan para penggemarnya itu—kecuali Arianne tentunya. Malas ikut campur dan Phil akan membawa-bawa namanya mentang-mentang sesama laki-laki. Oh sudahlah, Yusuke akan pura-pura tak mendengar Phil jika itu sampai terjadi. Jun mematuk Yusuke lagi. Oh iya, hampir saja aku lupa, gumam Yusuke sambil menepuk pelan kepalanya. Ia lupa tujuanya semula, mengirim surat pada Seiji. Diikatkannya surat yang telah digulung dan dimasukkan dalam plastik anti air di kaki Jun, memastikan telah terikat kencang lalu mengelus burung hantunya itu. Yusuke tersenyum lagi, lalu mengarahkan lengannya ke langit, “nah, Jun, terbanglah! Ingat alamat yang aku beritahukan padamu tadi, kan? Jangan sampai tersesat dan.. HEI!!” belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Jun telah mengepakkan sayapnya pergi dari tempoat bertenggernya di lengan Yusuke. Ia berdecak sebal karena burung hantunya itu tak mau mendengarkan. Memangnya segitu tidak sabarankah Jun ingin bebas? Atau mungkin saja dia begitu karena lapar dan ingin mencari makan. Ya, mungkin saja. Ditatapnya kepergian Jun yang makin lama makin menghilang dari pandangannya, lalu berjalan ke arah tempat Phil dan yang lainnya. Lulu sendiri masih bertengger di atas pohon, mungkin menurut anak berponi itu lebih menyenangkan duduk di atas sana dan bermain kembang api—yeah, kembang apai, Yusuke sekilas melihat percikan bunga api di sekitar situ. Sperti biasanya, Lulu selalu membawa kembang apinya. Yusuke melempar senyum pada Lulu, lalu memandangi anak-anak yang berkumpul di bawah pohon. Ia menoleh pada Arianne yang memasang wajah sedikit kesal, dan Yusuke tersenyum tipis melihat pertengkaran kecil yang ada di hadapannya, "Jadi ini alasan sebenarnya kau menarikku, eh? Supaya aku tidak pergi dan teman-temanmu datang dan bisa mengeroyokku?" ujar Arianne marah pada Phil. Yusuke mengernyit mendengarnya, mengeroyok? Apa-apaan itu? Dan berikutnya Arianne mengatakan kalau Phil pengecut. Tunggu, apa sebenarnya yang sedang terjadi disini? gumam Yusuke kebingungan. Sekarang Ann malah menantang Arianne, soal dikeroyok-apalah-itu, dan Ann menatap Arianne datar. Ah, inilah yang Yusuke tidak suka, perasaan ingin ikut campurnya muncul lagi. Sekarang Ann tampak sedang berbicara menyuruh si-anak-pirang di sebelahnya jujur soal ia cemburu pada Phil dan sejenisnya, entahlah, tapi dari kata-kata Ann Yusuke tahu kalau Ann-lah yang sebenarnya cemburu. Yusuke tersenyum tipis, memutuskan untuk diam dulu sebentar karena Lulu kini sedang menegur Phil. Well, teguran dari teman kecilnya. Yusuke tersenyum tipis, “sedang kerepotan, eh, Phil?” ujar Yusuke dengan nada bercanda—mungkin di telinga Phil seperti nada mengejek, ”memang susah kalau punya banyak penggemar.. Arianne, Kamisama, ada apa dengan soal keroyok-mengeroyok itu?” tanya Yusuke penasaran, akhirnya memutuskan untuk bicara. Tapi dalam hati ia berharap Phil tak ikut menariknya masuk dalam masalah yang dialaminya dengan anak-perempuan-para-penggemarnya ini. Label: Halaman Hogwarts, Musim Gugur, Tahun Kedua, Term 3
I remember your words and nod my head. , 14.02
When Green Becomes Brown
Selain itu ia juga menitipkan surat untuk dikirim ke Jepang—untuk kakaknya dan Shuichi. Yeah, Shuichi, yang sudah hampir setahun Yusuke tak tahu kabarnya. Rasanya percuma menunggu Shuichi mengirim surat untuknya, sia-sia belaka. Lebih baik Yusuke yang mengirimkanya duluan dariapada bosan menunggu dan penasaran dengan keadaan sahabatnya itu. Sahabat? Pantaskah ia disebut sahabat lagi? Tidak, lebih teptnya—pantaskah Yusuke dikatakan sebagai sahabat Shuichi lagi? Mengingat ia tak memberi kabar apapun pada Shuichi, itu bukanlah perilaku sahabat yang baik. Yeah, Yusuke adalah sahabat yang buruk Tapi sebenarnya ia lebih heran lagi dengan Kaori—kenapa ia tak mengatakan papaun tentang teman-temannya di Jepang? Yusuke menghela nafas, lelah rasanya terus berpikir dan terus bertanya. Ia harus mendapatkan jawabannya. Sekarang Yusuke sudah berada di halaman, matanya melihat beberapa anak tengah asyik bermain dengan teman-temannya. Tampaknya hari ini memang semuanya terlihat agak santai, dan tampaknya keputusan Yusuke cukup tepat untuk melatih Jun dari sini. Ia tak mau melepaskannya dari kandang burung hantu, bisa fatal akibatnya kalau Jun ngambek tak mau terbang karena ingin berada di antara teman-teman burung hantunya—yeah, yang benar saja. Yusuke melirik burng hantunya yang mengepakkan sayap pelan, seperti minta ingin cepat-cepat turun—atau terbang meninggalkan Yusuke yang menganggu tidur rutinnya di kandang burung hantu. Dielusnya lagi Jun dan berjalan menyusuri rerumputan yang menguning, mencari tempat yang cocok untuk melepaskan Jun di daerah sekitar halaman. Ketika matanya menyusuri daerah sekitar situ, ia menangkap beberapa sosok yang tengah berkumpul di sekitar situ.. Arianne. Phil. Dan posisi mereka berdua.. sangat berdekatan. Yusuke menatap sinis Phil. Apalagi yang dilakukan anak itu? Menggoda perempuan lagi, eh? Dan kali ini ia mencoba menggoda Arianne. Oke, mungkin bukan menggoda—merayu atau memaksa Arianne, lebih tepatnya—jika dilihat dari posisi mereka berdua sekarang. Phil menarik Arianne untuk lebih dekat dengannya—jelas sekali adalah satu langkah untuk merayu anak perempuan. Saat itu pula seorang anak perempuan berambut pirang menghampiri mereka, dan tampak berbicara sesuatu pada Phil. Arianne sendiri menjauh dari Phil. Yusuke memperhatikan anak-anak itu dari jauh, menunggu kejadian selanjutnya, sepertinya bakal menarik. Ia lebih menunggu pada reaksi Arianne selanjutnya, karena saat ia bertemu dengan Phil saja bicara dengan nada berbeda daripada saat ia bicara dengan Yusuke. Akankah Ariane juga terpikat pada Phil? Well, semoga saja tidak. Yusuke tahu Arianne tak akan semudah itu terpesona pada Phil. Kenapa aku begitu yakin kalau Arianne tak akan tertarik pada Phil? Baka nee, Yucchan, Phil itu idola sekolah, tak mungkin tak ada yang tertarik akan ketampanannya, batin Yusuke dalam hati, sambil mengelus Jun perlahan, berniat untuk berdiri tak jauh dari sana, memperhatikan si-anak-perempuan-rambut-pirang yang wajahnya kelihatan sebal pada Phil—atau pada Arianne. Yusuke tersenyum lebar melihat Phil dimarahi lagi oleh perempuan—hal yang paling disukainya jika anak laki-laki itu mulai merayu perempuan lagi. Tapi Yusuke terus terang tak suka melihat posisi Arianne dan Phil barusan, membuatnya sebal saja. Mungkin sama sebalnya dengan si-anak-rambut-pirang-panjang. Yusuke memutuskan tidak akan mendekati anak-anak itu. DIlihat dari situasinya saja sudah jelas, akan terjadi pertengkara kecil disana. Yusuke tertawa kecil sambil mengelus burung hantunya, yang beruhu lagi, “Tampaknya sebentar lagi ada kejadian seru, Jun.. dan aku akan melepaskanmu nanti setelah ini. Bersabarlah,” ujar Yusuke pelan ketika mendengar uhu Jun yang sepertinya semakin keras saja minta dilepaskan pemiliknya. Label: Halaman Hogwarts, Musim Gugur, Tahun Kedua, Term 3
I remember your words and nod my head. , 13.20
[Ramuan Pengempis] Yang Besar jadi Kecil
Yusuke Sawada - Gryffindor Yusuke menggarukkan kepalanya membaca perkamen kecil yang dikirimkan Stan beberapa hari lalu lewat kucingnya (Yeah, kucing, mungkin karena anak ini tak punya burung hantu. Tapi kenapa harus repot-repot, sih? Stan dan Yusuke kan satu asrama). Topi kupluk hitam yang dipakainya sampai turun ke wajah beberapa senti, dan cepat-cepat ia betulkan, memakaikannya kembali lalu membalik perkamen yang dipegangnya, Bawa bahan-bahan lain yang kalian anggap berguna. Kutunggu di halaman sekolah hari minggu pukul 08.00 pagi.Yusuke menggulung perkamennya yang berisi bahan-bahan yang harus dibawanya untuk membuat Ramuan Pengempis, dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Sekarang sudah hari Minggu. Lalu bagaimana dengan bahan-bahan yang diminta Stan? Well, Yusuke sudah mengecek kualinya yang masih dalam keadaan baik, dalam hati ia sedikit heran, bagaimana bisa kuali Stan bolong? Sepertinya itu patut dipertanyakan padanya nanti. Mengenai Jamur LingZhi, Yusuke sudah membaca buku yang Stan sarankan--dan hasilnya? Ia hampir stress setengah mati mencarinya. Yeah, ia sampai berkeliling Hogwarts untuk mencari jamur itu sampai ke daerah perbatasan hutan terlarang, dan 'nyaris' tertangkap Flich—si penjaga sekolah buruk rupa. Dan bodohnya, ia tak kepikiran untuk mencarinya ke rumah kaca—dengan segala tumbuhan yang ada disana, masa sih tak ada jamur? Lagipula ini musim gugur, musim dimana banyak jamur mulai tumbuh dengan begitu banyak dan bertebaran dimana-mana.. Oh yeah, itu di Jepang, lalu bagaimana dengan di sini? Selama Yusuke mencari, yang ia temukan hanya jamur payung biasa. Sebenarnya ia yang salah tempat mencari, tak mungkin ada Jamur LingZhi di pekarangan Hogwarts dan Hutan Terlarang—tapi siapa tahu jamur itu ada di dalam sana. Yusuke tak mau mencari resiko masuk ke daerah terlarang itu. Cukup dengan kejadian di Knockturn Alley tahun lalu. Yusuke melangkah keluar dari rumah kaca. Yeah, rumah kaca, tempat terakhir ia harus mencari Jamur LingZhi, dan syukurlah ia dapat. Entah apa yang dipikirkan oleh si penjaga rumah kaca ketika melihat Yusuke yang meloncat kegirangan ketika menemukan jamur yang dicari-carinya itu dan langsung memohon hingga berlutut padanya—membuat si penjaga tergelak dengan sukses. Sekarang di tangannya sudah ada sekantung Jamur LingZhi, yang dengan senang hati diberikan si penjaga (tapi ia menginterogasi terlebih dahulu dnegan menanyakan segala macam pada Yusuke, katanya sebagai data laporan untuk Profesor Sprout) karena memang sedang panen besar minggu ini. Baguslah, jadi Yusuke tak perlu cemas kalau persediaan Jamur LingZhi di rumah kaca akan habis. Baru berjalan beberapa langkah, Yusuke sekilas melihat ada tumbuhan lain di rumah kaca sebelah—besar, dan kira-kira setinggi dirinya. Tak terlalu jelas, karena terlihat samar dari luar. Penasaran, ia membelokkan arah untuk masuk ke rumah kaca sebelah. Dilongokkannya kepala, dan terkejut melihat hamparan Bunga Matahari—yang ternyata lebih tinggi darinya, mungkin setinggi orang dewasa—seperempatnya dalam keadaan layu. Well, tampaknya wajar, karena memang di musim gugur awan sering menutupi cahaya matahari sehingga agak sulit bagi Bunga Matahari untuk tumbuh. Pertumbuhan bunga raksasa ini mencapai puncaknya pada saat musim panas, dan Yusuke ingat saat masih di Jepang, ia dan teman-temannya pernah pergi ke luar kota dan menemukan hamparan ladang Bunga Matahari yang luas, ternyata milik sebuah pertanian. Konon katanya Bunga Matahari punya banyak kegunaan, dari segi pangan maupun sebagai tanaman hias.. Tunggu. Kalau tidak salah, Bunga Matahari punya kegunaan sebagai pengental.. mungkin berguna untuk ramuan pengempis nanti, gumam Yusuke lalu menatap bunga-bunga yang ada di depannya, berharap sisa panen Bunga Matahari masih disimpan oleh Profesor Sprout atau si penjaga rumah kaca. Cepat-cepat ie berbailk dan kembali ke rumah kaca sebelah dimana si penjaga rumah kaca berada. Benar, penjaga itu masih ada dan tengah memanen jamur jenis lainnya. Yusuke menghampiri pria-tua itu, “Eng,, Sir, maaf, apakah bunga matahari yang ada di rumah kaca sebelah sudah selesai dipanen? Sepertinya aku membutuhkan minyaknya untuk ramuanku nanti,” ujar Yusuke sambil menatap penuh harap, semoga si penjaga mengabulkan permohonannya ini dan menganggapnya tidak banyak minta. Pria-tua itu tersenyum ,“well.. Bunga Mataharinya memang telah kami panen, dan mengenai hasil panennya..,” pria tua itu mengeluarkan tongkatnya dan mengayunkannya, dalam sekejap dua botol kecil telah ada di tangannya. Mungkin menggunakan mantra Accio yang biasa digunakan Seiji, tapi pria ini mengucapkannya non-verbal. Diserahkannya dua botol berisi cairan menggumpal seperti minyak pada Yusuke, sambil tersenyum lagi, “...kau beruntung, Nak! Hasil panennya masih kami simpan, tentu saja. Dan yang ada di tanganmu itu minyak Bunga Matahari yang telah kami olah. Pergunakan dengan baik, ” kata si penjaga-tua itu, menepuk pelan pundak Yusuke. Segera saja Yusuke tersenyum sumringahdan membungkuk rendah, mengucap terima kasihnya berkali-kali, “terima kasih banyak, Sir! Terima kasih!” ucap Yusuke lalu berlari meninggalkan rumah kaca setelah melambai pamit pada si penjaga rumah kaca. Yusuke melirik jam tangannya. Sudah lewat sepuluh menit dari perjanjian. Kamisama, semoga aku tak terlambat! ujar Yusuke panik dalam hati, mempercepat langkahnya meninggalkan rumah kaca menuju halaman sekolah. Dimasukkannya botol-botol minyak dan kantung Jamur LingZhi itu ke dalam ransel yang ia bawa dengan terburu-buru, sehingga menumpuk begitu saja tercampur dengan alat-alat tulis serta kuali dan pisau kecilnya. Sudahlah, toh nanti juga akan dikeluarkan lagi apa yang ada di dalam tas ransel ini, yang penting sekarang aku harus cepat sampai di halaman.. Stan bisa marah kalau ada yang telat, dia kan termasuk disiplin! gumam Yusuke panik lagi dalam hati, dan semakin mempercepat langkahnya hingga ia kini telah sampai di dekat halaman. Matanya mencari-cari sosok Stan, entah kenapa halaman sekolah jadi agak ramai padahal hari ini hari libur. Akhirnya Yusuke menemukan sosok Stan di sana, dan segera berlari menghampiri Stan dengan lambaian tangan menyapanya. Yusuke ngosngosan, ia berhenti berlari dan kini sudah ada di depan Stan. Well, dengan berlari seperti ini ia jadi lupa udara musim gugur yang mulai mendingin. Yusuke berdiri dan memandang Stan sambil nyengir lebar, dan mangangkat tangannya seperti ingin mengajukan pertanyaan di kelas-kelas, “Yusuke Sawada, Gryffindor, telah hadir! Gomen nee. Maaf aku terlambat, hanya sepuluh menit, kan?” ujar Yusuke nyengir lagi dan melirik jam tangannya. Bukan sepuluh menit, malah dua belas menit. Ternyata jarak rumah kaca dan halaman jauh juga. Yusuke baru sadar kalau hanya ada Stan disini. Matanya mencari-cari teman sekelompoknya yang lain, ternyata mereka datang lebih terlambat dari Yusuke. Dikeluarkannya kuali, kantung berisi Jamur LingZhi dan botol isi Minyak Bunga Matahari sambil bertanya pada Stan, “yang lain belum datang, eh? Well, ternyata tidak hanya aku yang terlambat datang. Ini bahan yang kau minta untuk dibawakan (sambil menyerahkan yang ada di tangannya), tapi aku heran.. bagaimana bisa kualimu sampai bolong?” tanya Yusuke penasaran. Hanya ada beberapa kemungkinan kuali bisa bocor, dan ia yakin kalau kuali bisa bocor kalau membuat ramuan berbahaya—tapi mustahil untuk Stan. Well, tak ada yang mustahil untuk anak pintar seperti Stan, Yusuke tahu itu. Label: Kelas Ramuan, Musim Gugur, Tahun Kedua, Term 3
I remember your words and nod my head. , 12.25
Sent the FIRST Letter
Yusuke menunggu Jun menikmati makanannya sampai habis, lalu menumpahkan sisa makanannya ke mangkuk kecil yang ada di dalam sangkar Jun. Ia kemudian mengacak-ngacak lagi tasnya, mengambil pulpen dan kertas. Untuk mengirim surat rasanya tak apa menggunakan ini, walaupun mulai sekarang ia harus terbiasa menggunakan tinta dan pena bulu serta perkamen dalam kegiatan hariannya di Hogwarts. Dengan cekatan Yusuke menulis surat yang ditujukan untuk Seiji serta kakaknya, sedikit-sedikit ia berhenti untuk berpikir sambil menatap burung-burung hantu yang ada di sekelilingnya, sekedar mencari inspirasi untuk isi suratnya. Selesai menulis, Yusuke membacanya satu persatu-total ada dua surat yang akan dikirimkan via burung hantu. Sepertinya Yusuke juga harus membiasakan diri menggunakan burung hantu selain via pos yang biasa digunakannya, untung saja Seiji sedang ada urusan sehingga akan ada di London sekitar dua bulan, tampaknya berhubungan dengan pekerjaannya. Hai Seiji! Setelah puas dengan suratnya, Yusuke memasukkannya ke dalam amplop yang cukup besar, kemudian menggulungnya. Ia berdiri dari duduknya, sebelumnya membereskan alat-alat tulisnya dan memasukkannya ke dalam ranselnya. Dibawanya serta sangkar burung Jun dan Yusuke membuka pintunya, lalu mempersilahkan Jun untuk keluar dan bertengger di pergelangannya. Sang burung hantu segera bertengger di pergelangan Yusuke, mematuk pelan tangannya. Yusuke mengelus burung hantunya dan meletakkannya di pinggir jendela yang mengarah ke langit luas. Jun bergerak turun dari pergelangan Yusuke, mengepakkan sayapnya dan beruhu-uhu kecil. Yusuke tersenyum menatap Jun. "Istirahatlah Jun," ujar Yusuke sembari mengelus bulu lembut warna cokelat burung hantunya, "ini tempat yang cocok untukmu. Kau bisa keluar-masuk sesukamu dan tak akan ada di sangkar itu lagi. Oh, kecuali saat kita pulang ke Jepang tentunya," kata Yusuke sambil tersenyum kecil. Jun masih beruhu-uhu, seperti menanggapi perkataan pemiliknya. Yusuke tersenyum lagi. Kali ini ia menatap langit yang dipenuhi bintang, "Jepang itu sangat menyenangkan, kau tahu. Disana tempatku lahir, dan kurasa kau akan senang disana. Mungkin agak sedikit merepotkan karena aku tinggal di daerah kota," kata Yusuke sambil memandangi Jun, "tapi nanti akan kita cari cara supaya kau bisa bebas disana." Yusuke menjauh dari Jun, memandangi burung hantu lain yang ada di dalam kandang, memilih-milih burung hantu yang cocok untuk terbang ke London--tak mungkin menggunakan Jun karena belum terlatih--dan akhirnya matanya terhenti pada sosok burung hantu abu-abu besar yang tengah melototi Yusuke. Sedikit menyeramkan. Ia mengelus burung hantu itu, lalu memberikan surat yang ada di tangannya pada burung hantu itu, "Baiklah, aku ingin kau mengirimkan surat ini pada Seiji yang ada di London. Mengerti?" burung hantu itu pun beruhu seolah mengiyakan perkataannya. Kemudian Yusuke menaruh burung hantu itu di pergelangannya--kini burung itu bertengger--dan membawanya ke jendela, mengikatkan suratnya di kaki burung hantu itu, lalu burung tersebut pun terbang ke angkasa menuju London. Yusuke menatap burung itu hingga hilang dari pandangan, kemudian ia menguap. Sudah mulai ngantuk. Yusuke menghampiri Jun dan mengelus bulunya, "aku tidur dulu ya Jun. Baik-baiklah disini. Besok malam aku akan kemari lagi, tapi kuharap kau TIDAK TERTIDUR di pagi hari. Aku ingin melatihmu!" ujar Yusuke sambil memelototi Jun, dan burung itu hanya beruhu saja. Yusuke menghela nafasnya, kemudian mengambil tas ranselnya dan mengendongnya, kemudian berjalan keluar kandang setelah melambaikan tangannya pada burung-burung di situ. "Oyasuminasai," ucapnya pada burung-burung itu, dan segera ia keluar dari situ sambil menguap lebar, berjalan kembali menuju asrama Gryffindor. Ia benar-benar lelah dan sekarang hanya terbayang kasur empuk di pikirannya. Label: Owlery, Tahun Pertama, Term 2
I remember your words and nod my head. , 12.00
Pesta Awal Tahun Ajaran - 1973/1974
"GRYFFINDOR!!" Topi itu berteriak, dan dari Meja Gryffindor terdengar gemuruh tepuk tangan riang menanggapi teriakan si Topi Seleksi. Yusuke kaget ketika mendengarnya dan ia pun membuka matanya. Ia memasang telinga baik-baik, menangkap apa yang didengarnya barusan. Gryffindor? Apa aku tak salah dengar?! tanya Yusuke dalam hati. Ia memegang telinganya dan mengerjapkan matanya setelah Topi Seleksi diturunkan dari kepalanya. Yusuke masih terkaget-kaget, tampak tidak percaya dia bisa masuk asrama Gryffindor. Ia menepuk pipinya, mencubit pipinya, untuk membuktikan yang didengarnya tadi sungguhan. Tapi melihat gemuruh tepuk tangan di Meja Gryffindor, Yusuke yakin kalau teriakan si Topi Seleksi adalah untuk dirinya yang dinyatakan masuk asrama Gryffindor. Gryffindor?! WOW!! Kamisama, arigato!! Aku memasuki asrama yang sama dengan Seiji, jerit Yusuke gembira dalam hati. Kini ia berjalan semakin mendekati Meja Gryffindor, dimana para penghuni meja itu bertepuk tangan keras dengan kedatangannya, sama seperti anak-anak tahun pertama yang telah lebih dulu diseleksi dan duduk di meja ini. Tepuk tangan itu merupakan sambutan. Yusuke mendongak ke atas, terlihat bayang-bayang keperakan tengah melayang dan ikut bertepuk tangan menyambut kedantang para murid baru, badannya tembus pandang dan memakai baju zaman pertengahan. Yusuke melongo memandangi sosok yang melayang itu, meyakinkan dirinya kalau itu bukan hantu, tapi ternyata sosok itu benar-benar hantu. Baru kali ini Yusuke melihat hantu sedekat ini, sebelumnya tidak. Untung saja ia tak terlalu penakut, dan tidak langsung lari melihatnya. Yusuke mengingat-ingat, Seiji pernah menceritakan mengenai hantu asrama yang bernama Sir Nicholas, dan anak-anak biasa memanggilnya Nick si-kepala-nyaris-putus. Yha, tampaknya julukan yang tepat karena saat ini hantu itu tengah membetulkan letak kepalanya. Ouch, pasti menyakitkan, ujar Yusuke sambil memegangi lehernya, reflek. Yusuke kemudian kembali memasang senyum bahagia, dengan membusungkan dada ia berjalan menyusuri Meja Gryffindor, masih diikuti gemuruh tepuk tangan dari meja tersebut. Yusuke mendekati salah satu bangku yang kosong dan duduk di situ, senyum masih terpasang di wajahnya. Seiringan dengan itu, tepuk tangan perlahan berhenti, dan semua mata tertuju pada murid selanjutnya. Yusuke memandangi meja di depannya, menoleh ke samping-sampingnya, mencari wajah-wajah yang dikenalnya di asrama Gryffindor. Benar saja, ia melihat Arc, Andrea, Rei, Phil, Marshall, dan Vionna. Yusuke tersenyum senang, segera ia melambaikan tangan pada mereka semua ndengan ceria, tapi tak terlalu tinggi tentunya. Ia memasang cengiran lebar, dalam hati ia bersyukur setidaknya sudah mengenal beberapa anak yang akan menjadi teman seangkatannya selama tujuh tahun ke depan. Yusuke menoleh, memandangi si Topi Seleksi yang tengah menyeleksi anak-anak lainnya. Tiap nama asrama disebutkan, dan meja asrama yang disebut langsung diliputi gemuruh tepuk tangan, menyambut murid baru itu. Yusuke memperhatikan mereka satu persatu, tampak beberapa wajah yang dikenalnya--Stan si pemain biola yang pernah mengusir Yusuke, Joshua si anak laki-laki di kejadian kembang api Lorainne di halaman Hogwarts, Selsia si anak perempuan berambut pirang yang pernah mengumbar senyum jahil pada Yusuke di Toko Tongkat, Kevin yang pernah bermain Baseball bersama Yusuke di Leaky Cauldron, dan Lorainne si anak kembang api--begitu Yusuke memutuskan untukm menjulukinya--yang disadari Yusuke tak terpisahkan dengan Phil. Mereka berdua memang selalu terlihat bersama dan tak terpisahkan, sehingga rasanya wajar jikasatu asrama. Sementara si-anak-perempuan-rambut-gosong dan yang pernah menampar Yusuke dulu masuk ke Slytherin. Baguslah, cocok untuknya, cibir Yusuke. Senang sekali rasanya begitu tahu wajah-wajah familiar tersebut satu asrama dengannya, namun Yusuke sedikit kecewa karena Haruhi tak satu asrama dengannya. Padahal ia ingin mengenal Haruhi lebih dekat, masih ada rasa penasaran di hati Yusuke mengenai anak itu.. Tiba-tiba ia merasa perutnya mulai berbunyi, rupanya kelaparan. Sambil meringis ia memegangi perutnya--maagnya ternyata mulai kambuh dan rasanya sangat sakit--cepat-cepat Yusuke merogoh saku celananya, kalau tidak salah ingat ia sempat menyimpan obat sakit maag disana. Ia merogoh-rogoh, tapi ternyata obat itu tak ada, hilang entah kemana. Saku celananya kosong melompong, tak ada apa-apa. Panik, Yusuke merogoh saku yang lain, kemudian lama-lama merogoh saku kemejanya, dan hasilnya nihil. Obat maagnya tidak ada dimana-mana! Kini Yusuke memasang tampang pucat, sakit perutnya tak tertahan lagi--seandainya ada seseorang yang membawa makanan kecil--apapun! Yusuke memandangi piring kosong di depannya, yang tampaknya tak akan terisi sebelum seleksi selesai. Yusuke terus memegangi perutnya, menyenderkan kepalanya di atas meja, meringis kesakitan. Ia berharap ada yang mau menawarkannya sesuatu.. obat maupun makanan kecil untuk sekedar mengganjal perut.. Label: Aula Besar, Meja Gryffindor, Tahun Pertama, Term 2
I remember your words and nod my head. |
thepersoninside ![]() 沢田諭介 Yusuke Sawada Sawada, Yusuke, Yusu, Yucchan Generasi ke-12 dalam silsilah resmi Keluarga Muggle Sawada, merupakan orang kedua yang memiliki ciri-ciri fisik Brazilian, dari faktor genetika generasi pertama. Ciri ini hanya muncul setiap enam generasi, tanpa meninggalkan ciri Asia. Hanya faktor gen pertumbuhan dan warna kulit yang berpengaruh. Muggleborn, golongan darah O. Tinggi badan 180 cm dengan berat 62 kg. Terbilang jangkung untuk orang Asia pada umumnya, namun wajar bagi orang Eropa. Kulit gelap, mata coklat kayu, hidung agak besar dan pesek, berjanggut tipis. Rambut hitam-kecoklatan (painted) bermodel agak 'jingkrak'. Selalu menutupi rambutnya dengan topi berbagai jenis. Berkacamata (dengan minus rendah, hanya -2 tanpa silinder). Lahir di Sendagaya, Jepang, tanggal 13 Mei tahun 1962, jarang pulang ke Negeri Matahari Terbit itu sejak bersekolah di Hogwarts. Tongkat sihirnya adalah Hawthorn 31 cm berinti Kulit Serpent yang Dikeringkan, yang didapatkan ketika berumur 11 tahun (tepat di Tahun Pertamanya). Terdaftar di Hogwarts sebagai murid Asrama Gryffindor, angkatan tahun 1974. |
partnersinplot
A PUPPETMASTER B Karasuma Rei Mizuhime Winterfield Haruhi Kumayuki ongoingplot
None thebackstories
+ Summer Letters — Pt. 1.2 (Yusuke) + Summer Letters — Pt. 1.1 (Mizuhime) + Summer Letters — Pt. 1.1 (Yusuke) + Listen to Me + Kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, 1976-1977 + Kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, 1975-1976 + Pesta Awal Tahun Ajaran - 1973/1974 (after Hospita... + Pesta Awal Tahun Ajaran - 1973/1974 (part 3) + Pesta Awal Tahun Ajaran - 1973/1974 (part 2) + Seleksi Asrama - 1973/1974 ittakemonths
+ April 2008 + Mei 2008 + Juli 2008 + Agustus 2008 + September 2008 + April 2009 |
aboutthesong
![]() Artist: CHEMISTRY Album Name: Life goes on Release Type: Single Release Date: 20.08.08 Genre: J-Pop, Electro, Vocal Tracklist: 01 Life goes on~side K~ 02 Life goes on~side D~ 03 Life goes on~side K~ [Less Vocal] 04 Life goes on~side D~ [Less Vocal] *Info taken from here. abouttheface
Kaname Kawabata Born in Tokyo, 28th January 1979 Part of vocal group named CHEMISTRY. Chemistry (ケミストリー ,Kemisutorī?) is a Japanese pop/R&B duo, composed of Yoshikuni Dōchin and Kaname Kawabata. They were the winners of the Asayan audition (similar to the American Idol series) in 2000 organized by Sony Music Entertainment Japan. Their first single "Pieces of a Dream" was released on March 3, 2001, and was the best selling single that year (over 2 million). Most of their singles have reached #1 on the Oricon charts; all five albums have reached #1 the day they were released. Their #1 streak was broken by the Kinki Kids' H album, scoring them a #2 rank for Fo(u)r. Chemistry is also known in Korea for the popular collaboration song "Let's Get Together Now," featuring talents from both Korea and Japan and for collaborating with Korean singer Lena Park who appears in the b-side "Dance with Me" on the "Kimi ga Iru" single. On March 6, 2008, Kaname Kawabata married model Miki Takahashi. They met after she appeared in the PV for "This Night." aboutthelayout
An accidentality production Inspiration from DancingSheep & BONBON:D Hosted free by Blogger |