plugin&play
Music saves our souls | ||||||||
So I’ll always believe as I move forward, Life goes on. navigations are the four lines of lyric. they are profile, entries, links and credits navigations respectively (from the top). |
Sabtu, 19 April 2008, 03.31
Letter from Hogwarts
Keheningan malam itu di derah pinggiran Shibuya dipecahkan oleh teriakannya. Yusuke berteriak marah. Pria di depannya meringis kesakitan dan memegangi perutnya yang terkena hentaman keras tongkat baseball kayu milik Yusuke. Pria tersebut jatuh terduduk, lemas. Ia mengaduh kesakitan. Yusuke maju dan mengarahkan tongkat baseball-nya ke dagu pria itu dan mengangkat dagunya. Ia tersenyum sinis. "Aku memang masih kecil. Apa kau pikir aku tidak bisa berbuat kekerasan, dan diam saja melihat rencana yang akan kau lakukan pada kakakku?" Pria itu meringis. Tidak berani menanggapi perkataan Yusuke. "HAH! Jangan pikir aku tidak tahu mengenai apa yang kau rencanakan! Kau pikir kau bisa menipuku?! Sekali lagi, aku memang masih kecil tapi jangan anggap aku remeh!!" Tangan Yusuke menampar pipi pria tersebut. Ia tertawa melihatnya terlihat kesakitan. Pria itu pun berusaha berdiri, dan tampak amat sangat marah. "IBLIS CILIK!!!!!"Teriaknya, sambil menerjang dan berusaha menyerang Yusuke namun dikelaknya dengan pukulan tongkat baseball Tepat mengenai 'benda berharga'nya. "OOOOOUCCHH!!!" teriak pria itu, dan ia pun jatuh ke atas aspal, terkapar pingsan tak berdaya setelah sempat menabrak jatuh sepeda biru Yusuke. Yusuke tersenyum penuh kemenangan, karena dirinya memenangkan perkelahian yang entah sudah berapa kali ia lakukan melawan orang dewasa. Yusuke mendekati pria itu dan berjongkok di sebelahnya. Matanya mengamati ada-tidaknya tanda-tanda kehidupan dari pria ini. Lega, ternyata nafasnya masih ada dengan gerakan naik turun dadanya. Yusuke memasang cengiran lebar di wajahnya. Ia menoleh ke kiri-kanan. memastikan tak ada seorang pun yang lewat. Ia meletakkan tongkat baseball-nya, kemudian tangannya merogoh kantung jas pria tersebut, mencari-cari sesuatu. Akhirnya, ia menemukan apa yang ia cari. Tangannya berhenti pada suatu benda, dan ia menariknya keluar. Sebuah dompet dari kulit warna cokelat muda kini tergenggam di tangannya. Cengirannya semakin lebar. Dompet ini kalau dijual pasti terjual dengan harga cukup tinggi, pikirnya. Dimasukkannya dompet itu ke dalam saku jaketnya. Puas, sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, Yusuke membereskan barang-barangnya yang berantakan karena perkelahian barusan. Isi tas ranselnya tercecer di atas aspal. Sesudah memastikan tidak ada yang tertinggal, Yusuke menggendong tasnya dan mendirikan sepedanya yang jatuh. Diambilnya tongkat baseball kayu kesayangannya yang tergeletak di sisi pria itu. Matanya menatap pria tersebut, yang tampangnya sudah cukup babak belur. Yusuke kembali tersenyum, "SA-YO-NA-RA-BA-KA! (SELAMAT TINGGAL BO-DOH)" ujarnya. Setelah mengucapkan itu, ia membawa sepedanya dan menoleh kanan-kiri. Bagus, tidak ada orang, pikirnya. Yusuke pun menaiki sepedanya dan mengayuhnya ke arah pusat Shibuya, dimana rumahnya terletak. Belum jauh ia mengayuh, terdengar teriakan wanita di belakangnya, dari tempat dimana ia berkelahi dengan pria tersebut. Yah, tampaknya si pria sudah ditemukan. Yusuke tersenyum kecil dan mengayuhkan sepedanya lebih kencang menuju rumahnya. ---------------------------------------------- Sesampainya di rumah, Yusuke tidak menemukan kakaknya. Terbukti dari pintu pagar yang masih terkunci dan lampu yang ada di kamar Kaori masih padam. Hari memang masih terlalu dini bagi Kaori untuk pulang. Ia pun membuka pintu pagar dan membawa masuk sepedanya. Diparkirkannya sepeda biru metalik kesayangannya di sisi kanan pintu masuk rumahnya. Setelah membuka pintu, ia masuk dan kembali menguncinya, kali ini dari dalam rumah. Yusuke melepaskan sepatu sneaker putihnya dan menggantinya dengan sandal rumah, kemudian beranjak ke kamarnya. Ia menguap, sudah mulai mengantuk. Berhadapan dengan pria tadi cukup menguras tenaganya, apalagi tadi sore ia bermain baseball dengan teman-temannya. Dipadamkannya lampu ruang tamu seraya melangkah menuju kamar tidurnya. Begitu memasuki kamarnya, Yusuke langsung menuju meja belajarnya di sudut ruangan. Di dinding dekat meja belajar Yusuke, terpampang papan tulis kecil. Ia mengambil spidol dan menuliskan sesuatu di papan tulis tersebut. "Bertambah satu lagi.. orang dewasa yang aku kalahkan...", ujarnya. Di papan tulis itu tertera garis-garis yang menunjukkan jumlah orang yang telah dikalahkannya. Ia tersenyum bangga. "Hei..Rupanya sudah banyak sekali orang dewasa yang telah aku kalahkan?? Hebat juga," katanya sambil tertawa. Menganggap itu adalah prestasinya yang paling membanggakan. Yusuke meletakkan spidolnya dan merebahkan diri ke tempat tidurnya. Menggeliat sedikit, dan menoleh ke arah jendela terbuka yang terletak di samping tempat tidurnya. Yusuke tersentak kaget. Seekor burung hantu berwarna cokelat tua hinggap di jendela kamarnya. "HAHHH!?!?! BURUNG HANTU??!!" ia kaget dan terduduk. Yusuke pun mendekati burung hantu itu dan mengamatinya. Jarang sekali ia melihat burung hantu secara langsung seperti ini. Tampaknya burung hantu ini baru saja menjatuhkan sesuatu, pikirnya. Matanya mencari-cari benda yang dijatuhkan si burung hantu. Pencariannya terhenti pada sebuah gulungan kertas. Nampak asing baginya. Pasti ini yang dijatuhkan tadi, tebaknya. Diambilnya gulungan itu. "Apakah ini untukku?"tanyanya pada burung hantu yang kini ada di atas tempat tidurnya, sambil memegang gulungan kertas yang tadi diambilnya. "UH-HUUU"kata burung hantu tersebut, seakan mengiyakan pertanyaannya. "Baiklah..Arigatou nee, Owl-san (Terima kasih burung hantu)", ujar Yusuke. Burung hantu itu kemudian mengepakkan sayapnya, dan pergi. Yusuke melihatnya hingga hilang dari pandangan.. Mata Yusuke beralih ke gulungan kertas yang ia genggam. Dirinya menebak-nebak, apa sebenarnya isi dari gulungan ini dan kenapa yang mengantarkannya burung hantu? Apakah ini semacam servis baru dari kantor pos? Ia melangkahkan kakinya ke meja belajarnya. Yusuke duduk di kursinya dan menyalakan lampu meja, kemudian menggunakan kacamata bacanya. Dengan sedikit rasa penasaran, perlahan Yusuke membuka gulungan itu. Ia membaca isinya, tercengang sejenak, kemudian membacanya lagi berulang-ulang dan berulang kali pula ia tercengang.. SEKOLAH SIHIR HOGWARTS "Sekolah.. Sihir..?? BAGAIMANA BISA??!" Yusuke berteriak kaget. Ia tidak menyangka dirinya menerima surat seperti ini. Dalam mimpi pun tidak. Ia melepas kacamata bacanya. Mulutnya menganga. Tak percaya, ia memakai kembali kacamatanya dan membaca kop surat. SEKOLAH SIHIR HOGWARTS "Tunggu... HOGWARTS? Aku belum pernah mendengarnya dari mulut Raphael...Apakah ini nyata?" Yusuke dilanda kebingungan. Semua ini terlalu mengagetkan, mengejutkan, walaupun eksistensi dunia sihir tidak begitu menarik untuknya. Bingung, akhirnya ia memustuskan untuk mengunjungi Raphael, kekasih kakaknya yang merupakan almamater Durmstrang. Rumahnya tepat di seberang rumah Yusuke. Secepatnya ia lari keluar rumah dengan membawa gulungan surat, masih memaki sandal rumah, serta mengabaikan terkunci atau tidak rumahnya. Yusuke menggedor-gedor pintu rumah Raphael. Dirinya tampak terburu-buru ingin segera mendapatkan penjelasan dari Raphael. Gedoran pintu semakin keras, karena Raphael tak kunjung menampakan dirinya. Dua menit menggedor pintu, akhirnya Raphael menunjukkan batang hidungnya. Pintu rumahnya terbuka dan nampak Raphael dengan rambut pirangnya dan baju warna-warni cerah khasnya. Wajahnya nampak sedikit kesal. Tidak peduli dengan ekspresi Raphael, Yusuke menerobos masuk ke dalam rumahnya. Tentu saja si empunya rumah keheranan melihatnya. Yusuke tampak terburu-buru serta gelisah. Di tangannya, masih tergenggam erat gulungan surat dari Hogwarts. Disodorkannya surat itu pada Raphael dengan pandangan 'cepat-kau-baca-ini' Raphael pun mengambilnya dan membukanya, kemudian membacanya. Yusuke duduk di sofa ruang tamu Raphael, masih bertampang gelisah, shock, dan perasaan yang campur aduk. Begitu melihat ke arah kakinya, barulah ia sadar kalau ia memakai sandal ruangan. Raphael berteriak kegirangan setelah selesai membaca surat itu. "Jadi kau akan masuk Hogwarts?? SELAMAT!!!" ujarnya sembari menuju sofa tempat duduk Yusuke dan mengacak-ngacak rambutnya. "HEIII!!!"protes Yusuke. Ia tidak suka saat Raphael mengacak-acak rambutnya yang memang tidak banyak. "Hahahaha, maaf. Aku ikut gembira untukmu!!" Raphael menepuk punggung Yusuke. Yang punggungnya ditepuk menoleh ke arah Raphael, dan menatapnya dengan tatapan "jelaskan-padaku-tentang-Hogwarts". Raphael mengerti arti pandangan itu dan mulai berpikir. Ia pun pindah duduk di sebelah Yusuke. Wajah Yusuke masih menunjukan kalau ia butuh penjelasan. "Yah, ini memang salahku Yucchan, tidak bercerita padamu soal Hogwarts. Atau tepatnya..lupa?"Raphael terbahak. Yusuke memutar bola matanya, namun ia tidak ikut tertawa. Tampangnya kini berubah serius. Raphael yang melihat ekspresinya akhirnya berhenti bercanda dan berdehem. "Jadi, Sekolah Sihir Hogwarts adalah salah satu dari sekolah sihir yang ada di dunia sihir.Letaknya di Inggris, sangat terkenal di dunia sihir karena sang kepala sekolah yang juga terkenal, dan.. hmm.. dia punya koneksi cukup baik dengan Beuxbatons dan Durmstrang, tentu! Selalu mengadakan acara bersama yang melibatkan tiga sekolah ini. Aku jadi ingat, waktu itu-" "Raphael, apalagi yang kau ketahui tentang Hogwarts?"Cepat-cepat Yusuke menyelak perkataan Raphael, yang dapat berubah menjdai penceritaan panjang lebar kehidupan Raphael. Yusuke tidak butuh tentang kehidupan Raphael saat ini, yang dibutuhkan adlah mengenai Hogwarts. "Sepertinya hanya itu,"jawabnya singkat. Mata Yusuke terbelalak. Ia benar-benar tidak percaya kalau hanya itu yang Raphael ketahui tentang Hogvwarts. Raphael tersenyum tipis. "Hei, kalau kau bertanya padaku soal Sejarah Durmstrang, aku bisa menceritakannya. Tapi untuk Hogwarts? Oh, aku bukan ahlinya,"ujar Raphael. Yusuke memasang tampang sedikit kecewa. Hanya itu yang ia ketahui saat ini tentang sekolah sihir yang menerimanya. Yusuke berpangku tangan. Otaknya berpikir. Eksistensi dunia sihir kalau begitu benar-benar ada, dan Hogwarts memang benar-benar ada. "Kau tertarik untuk bersekolah disana?"tanya Raphael. Yusuke tersentak. Ia menanggapi pertanyaan Raphael dengan sedikit ragu-ragu. "Yah.. Kau tahu aku kan, aku butuh informasi lebih lanjut mengenai Hogwarts, bagiku saat ini semuanya belum jelas..,"jawab Yusuke. Ia kembali berpangku tangan dan melamunkan semua kemungkinan yang terjadi. Apa yang terjadi kalau ia sekolah di Hogwarts? Bagaimana kalau Hogwarts ternyata tidak ada? Tidak..yang lebih penting, Apakah Kak Kaori akan baik-baik saja tanpa Yusuke di sisinya selama ia bersekolah di sana? Dulu memang Yusuke tidak terlalu tertarik dengan dunia sihir, namun sejak menerima surat ini ia penasaran. Apa yang membuatnya dapat diterima di Hogwarts? Padhal Yusuke bukanlah siapa-siapa.. Sepengetahuannya dalam silsilah keluarga Sawada tidak ada yang namanya penyihir.. Berjuta pertanyaan terus muncul di kepalanya. Bingung, Yusuke mengacak-acak rambutnya sendiri. Raphael yang melihatnya tertawa, "Sudah, sudah!! Aku tahu kau sangat tertarik untuk bersekolah di Hogwarts,. Walaupun baru sedikit, aku yakin kau tertarik untuk bersekolah di sana. Baiklah, besok aku akan membawa temanku yang almamater Hogwarts. Dia mungkin bisa menjelaskan semuanya lebih jelas daripada aku..",ujar Raphael sambil menepuk punggung Yusuke. Yusuke lega setelah mendengar perkataan Raphael. Itu ide yang lebih baik.. Dari almamater Hogwarts sendiri. "Kau sudah memberitahu Kaori?" "Eh? belum.. Suratnya saja baru tadi kuterima." "Kalau begitu besok saja, sekalian saat aku membawa temanku.." "Ya, itu ide bagus," ujar Yusuke. Yah, dengan begitu Kak Kaori bisa mendengar penjelasan lebih baik. Kegelisahan Yusuke mulai berkurang. Sekarang ia sudah cukup tenang, tidak seperti ketika baru menerima surat. Akhirnya ia pamit pulang ke rumahnya dan membawa gulungan kertasnya. Saat berjalan pulang ke rumahnya, Yusuke melihat burung hantu cokelat tua itu bertengger di pohon halaman rumahnya. Ia tersenyum. Terbesit di pikirannya untuk memelihara burung hantu seperti itu, saat ia masuk Hogwarts nanti.. Label: Tahun Pertama, Term 2
I remember your words and nod my head. |
thepersoninside ![]() 沢田諭介 Yusuke Sawada Sawada, Yusuke, Yusu, Yucchan Generasi ke-12 dalam silsilah resmi Keluarga Muggle Sawada, merupakan orang kedua yang memiliki ciri-ciri fisik Brazilian, dari faktor genetika generasi pertama. Ciri ini hanya muncul setiap enam generasi, tanpa meninggalkan ciri Asia. Hanya faktor gen pertumbuhan dan warna kulit yang berpengaruh. Muggleborn, golongan darah O. Tinggi badan 180 cm dengan berat 62 kg. Terbilang jangkung untuk orang Asia pada umumnya, namun wajar bagi orang Eropa. Kulit gelap, mata coklat kayu, hidung agak besar dan pesek, berjanggut tipis. Rambut hitam-kecoklatan (painted) bermodel agak 'jingkrak'. Selalu menutupi rambutnya dengan topi berbagai jenis. Berkacamata (dengan minus rendah, hanya -2 tanpa silinder). Lahir di Sendagaya, Jepang, tanggal 13 Mei tahun 1962, jarang pulang ke Negeri Matahari Terbit itu sejak bersekolah di Hogwarts. Tongkat sihirnya adalah Hawthorn 31 cm berinti Kulit Serpent yang Dikeringkan, yang didapatkan ketika berumur 11 tahun (tepat di Tahun Pertamanya). Terdaftar di Hogwarts sebagai murid Asrama Gryffindor, angkatan tahun 1974. |
partnersinplot
A PUPPETMASTER B Karasuma Rei Mizuhime Winterfield Haruhi Kumayuki ongoingplot
None thebackstories
+ When Green Becomes Brown (pt 3) + Received the Letter + When Green Becomes Brown (pt 2) + When Green Becomes Brown + [Ramuan Pengempis] Yang Besar jadi Kecil + Sent the FIRST Letter + Pesta Awal Tahun Ajaran - 1973/1974 ittakemonths
+ April 2008 + Mei 2008 + Juli 2008 + Agustus 2008 + September 2008 + April 2009 |
aboutthesong
![]() Artist: CHEMISTRY Album Name: Life goes on Release Type: Single Release Date: 20.08.08 Genre: J-Pop, Electro, Vocal Tracklist: 01 Life goes on~side K~ 02 Life goes on~side D~ 03 Life goes on~side K~ [Less Vocal] 04 Life goes on~side D~ [Less Vocal] *Info taken from here. abouttheface
Kaname Kawabata Born in Tokyo, 28th January 1979 Part of vocal group named CHEMISTRY. Chemistry (ケミストリー ,Kemisutorī?) is a Japanese pop/R&B duo, composed of Yoshikuni Dōchin and Kaname Kawabata. They were the winners of the Asayan audition (similar to the American Idol series) in 2000 organized by Sony Music Entertainment Japan. Their first single "Pieces of a Dream" was released on March 3, 2001, and was the best selling single that year (over 2 million). Most of their singles have reached #1 on the Oricon charts; all five albums have reached #1 the day they were released. Their #1 streak was broken by the Kinki Kids' H album, scoring them a #2 rank for Fo(u)r. Chemistry is also known in Korea for the popular collaboration song "Let's Get Together Now," featuring talents from both Korea and Japan and for collaborating with Korean singer Lena Park who appears in the b-side "Dance with Me" on the "Kimi ga Iru" single. On March 6, 2008, Kaname Kawabata married model Miki Takahashi. They met after she appeared in the PV for "This Night." aboutthelayout
An accidentality production Inspiration from DancingSheep & BONBON:D Hosted free by Blogger |